A. Perkembangan Sistem Transaksi
1. Sistem Barter
Barter
merupakan sistem transaksi pertama kali yang digunakan manusia.
Barter adalah sistem pertukaran antara barang dengan barang atau jasa dengan
jasa
atau barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun dalam perjalanannya terdapat
beberapa kendala, yaitu:
a. Sulitnya untuk menyamakan keinginan atas barang atau jasa yang ditukarkan.
Jika kita ingin menukarkan gandum dengan daging, terkadang pemilik daging
tidak mempunyai keinginan atas gandum yang kita miliki.
b. Sulit menentukan kadar nilai barang yang kita tukarkan, karena ada perbedaan
jenisnya.
c. Sulit untuk menyimpan komoditas yang kita miliki sampai kita menemukan
orang yang menginginkan atas komoditas tersebut. Biasanya barang tersebut
rusak sebelum keinginan terealisasi.
2. Sistem Uang Komoditas (Commodity
Money)
Uang komoditas dipandang sebagai bentuk paling lama. Sejak orang-orang
menemukan kesulitan dalam sistem barter, mereka kemudian menjadikan salah
satu barang komoditas yang bisa diterima secara luas, dan dari segi kuantitas
mencukupi kebutuhan untuk berfungsi sebagai alat tukar menukar dan unit
hitungan terhadap barang komoditi dan jasa lainnya.
Bangsa Arab jahiliyah menggunakan unta dan kambing. Sebagian suku-suku
Afrika menggunakan sapi dan kambing. Penduduk Tibet menggunakan teh-teh
ikat. Penduduk Virginia menggunakan tembakau-tembakau ikat. Bangsa Indian
menggunakan gula dan wol. Penduduk Ethiopia menggunakan garam, dan
sebagainya.Akan tetapi kemudian muncul kesulitan dalam penyimpanan dan
ketersediaannya. Selanjutnya dipergunakan batu sebagai alat tukar, tetapi
karena
terjadinya penumpukan batu, akhirnya alat (batu) tersebut tidak mempunyai
nilai.
3. Sistem Uang Logam (Metallic Money)
Seiring dengan perkembangan zaman, akhirnya manusia menggunakan
logam mulia berupa emas dan perak sebagai alat tukar. Proses tersebut
berdasarkan
atas kelangkaan yang masuk akal dan tidak mudah rusak dalam waktu yang relatif
lama, serta mudah digunakan dan dapat diterima berbagai pihak.Suatu negara
dianggap telah mempraktikkan sistem uang emas bila negara
tersebut telah menggunkaan standar emas dalam transaksi perdagangan baik di
dalam maupun di luar negeri. Yang digunakan sebagai alat transaksi adalah emas
sebagai mata uang atau uang kertas yang bisa ditukarkan dengan emas, sehingga
nilai mata uang negara itu selalu terkait (ditopang) dengan nilai emas (gold
standar). Pada awalnya yang digunakan sebagai alat tukar adalah fisik dari
logam
mulia tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, manakala volume perdagangan
luar negeri semakin luas, keuntungan-keuntungan menjadi semakin meningkat
harta semakin berkembang. Diperlukan seseorang yang dipercaya atau tempat yang
aman untuk menitipkan uang-uang logam (mulia) tersebut, karena khawatir akan
risiko kehilangan atau risiko pencurian. Maka, mereka menitipkan uang-uangnya
pada penyimpanan-penyimpanan tukang emas, tempat penukaran emas, atau
pemuka-pemuka agama.Pihak-pihak itu kemudian memberikan akta berbentuk kertas
(banknote) yaitu janji pihak penerima titipan (bank promise) untuk membayarkan
uang logam
kepada pemilik kertas ini ketika ada permintaan. Akta ini bukanlah uang, namun memberikan
kepada pemiliknya dua hal: pertama, menjaga uang dari pencurian dan kehilangan.
Kedua, memberikan kemungkinan kepada pemiliknya untuk melakukan transfer uang
dari satu tempat ke tempat lain. Akta-akta ini mendapat sambutan baik karena
diterbitkan seseorang atau lembaga yang mempunyai reputasi keuangan yang baik
di negeri pedagang itu.
3. Sistem Uang Kertas
Kepercayaan orang-orang semakin tumbuh terhadap banknote yang
diterbitkan lembaga keuangan ini. Dalam kenyataannya lembaga keuangan
menemukan bahwa sebagian besar kertas-kertas ini berada dalam peredaran tanpa
ditukarkan ke uang logam. Jadi, kertas-kertas itu menjadi uang yang digunakan
secara langsung untuk membeli barang atau jasa dan tidak memiliki penopang
secara total. Kondisi semakin menguat ketika terjadi Perang Dunia I (1914),
yang
membuat saldo emas memburuk sedangkan kebutuhan pemerintah terhadap
pembiayaan meningkat. Keadaan ini medorong negara-negara di dunia menahan
saldo emasnya. Kemudian uang kertas tidak dapat ditukar dengan emas, padahal
sebelumnya memiliki kekuatan nilai tukar yang bersumber dari saldo emas senilai.
Setelah itu, uang kertas memiliki kekuatan nilai tukar dari beberapa unsur
lain,
namun masih menggunakan unsur emas sebagai salah satunya.Namun, emas tidak
secara total kehilangan sifat uangnya, bahkan senantiasa digunakan dalam
hubungan internasional walaupun dilarang beredar sebagai mata uang sejak tahun
1914 M. Banyak negara yang harus membayar kewajiban utang-utangnya yang
dibebankan dengan emas, ini pada satu sisi. Pada sisi lain, emas masih
digunakan sebagai cadangan devisa di bank-bank, walaupun syarat ini tidak umum
bagi semua bank. Apabila bank menyimpan sejumlah emas sebagai saldo
mata uangnya, akan memberikan kekuatan nilai tukar.Jika dulu terjadinya
peralihan sistem uang dari logam ke kertas adalah melalui proses perkembangan
yang panjang, diawali dengan motif keamanan dan kenyamanan bertransaksi
menggunakan kertas-kertas banknote sebagai pengganti saldo emas yang disimpan
di lembaga penitipan uang emas. Namun, kemudahan
dan keamanan itu sirna ketika kemudian kertas-kertas itu menjadi uang dalam
arti yang sesungguhnya secara hukum menggantikan posisi uang logam. Disini
orang-orang kemudian berpikir menemukan media lain untuk menjaga uang kertas
dari risiko pencurian dan kehilangan pada satu sisi dan mempermudah transaksi
pada sisi lain, maka muncul cek, kartu ATM, kartu debit, kartu kredit, dan sebagainya.

0 comments:
Posting Komentar